1
1

Foto jurnalistik merupakan salah satu produk jurnalistik yang dihasilkan oleh wartawan selain tulisan yang berbau berita (straight news/ hard news, berita bertafsir, berita berkedalaman/deep reports) maupun non berita (artikel, feature, tajuk rencana, pojok, karikatur dan surat pembaca). Dan sebagai produk dalam pemberitaan, tentunya foto jurnalistik memiliki peran penting dalam media cetak maupun cyber media (internet). Jadi karya foto jurnalistik sudah mendapat pengakuan sebagai karya jurnalistik dalam bentuk visual untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat.
Ada beberapa pengertian mengenai foto jurnalistik sebagai ilmu maupun cabang dari jurnalistik itu sendiri.
Menurut Oscar Motuloh dalam makalahnya “Suatu Pendekatan Visual Dengan Suara Hati”, foto jurnalistik adalah suatu medium sajian untuk menyampaikan beragam bukti visual atas suatu peristiwa pada masyarakat seluas-luasnya, bahkan hingga kerak di balik peristiwa tersebut, tentu dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Melihat foto jurnalistik sebagai suatu kajian artinya memasuki matra yang memiliki tradisi kuat tetang proses “sesuatu” yang dikomunikasikan – dalam hal ini yang bernilai berita – kepada orang lain atau khalayak lain dalam masyarakat.
Wilson Hick redaktur senior majalah ‘Life’ (1937-1950) dalam buku World and Pictures (new York, Harper and Brothers, Arno Press 1952, 1972), foto jurnalistik adalah media komunikasi verbal dan visual yang hadir bersamaan.
Henri Cartier-Bresson, salah satu pendiri agen foto terkemuka “Magnum” yuang terkenal dengan teori ‘Decisive Moment’ — menjabarkan, “foto jurnalistik adalah berkisah dengan sebuah gambar, melaporkannya dengan sebuah kamera, merekamnya dalam waktu, yang seluruhnya berlangsung seketika saat suatu citra tersembul mengungkap sebuah cerita.”
Dari ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa foto jurnalistik merupakan kombinasi antara bentuk visual (foto) dengan kata-kata (yang memngungkapkan sebuah cerita dari sebuah peristiwa dalam bentuk kerangka 5W+1H) dan kemudian disebarluaskan/dipublikasikan kepada masyarakat. Sehingga foto jurnalistik menjadi sebuah berita ataupun informasi yang dibutuhkan masyarakat, baik local, regional, nasional maupun pada tingkat internasional.
Suatu foto/gambar sama nilainya dengan seribu kata.
Akan tetapi, hal ini baru benar jika disertai dengan teks keterangan foto yang baik.
Judul dan keterangan foto termasuk paling banyak dibaca pembaca koran. Dari keseluruhan berita yang dimuat, hanya judul berita dan berita utama yang mengungguli judul dan keterangan foto. Karena itu penulisan judul dan keterangan foto harus mengikuti kaidah-kaidah seperti: akurat, jelas, lengkap, dan cara penulisan yang baik. Seperti juga penyajian berita, judul atau keterangan foto harus mudah dibaca dan bersifat informatif.
Karena itu perlu adanya pemahaman untuk lebih serius dalam membuat keterangan gambar.
Sebuah foto jurnalistik yang baik tidak hanya sebatas pembahasan visual atau foto belaka, teks foto yang kuat berdasarkan fakta dan data akan memberikan nilai lebih secara lengkap sebuah informasi yang akan diberikan kepada pembaca.
Foto jurnalistik terdiri dari visual (foto) berkoloborasi dengan teks yang terdiri dari Headline (judul foto), Caption (teks yang menerangkan isi foto berkaidah 5 W + 1 H), Byline (pemotret) dan Credit (pemegang hak siar atau penerbitan yang menyiarkan foto jurnalistik tersebut). Elemen penting ini terlihat pada foto-foto jurnalistik di media cetak, yang merupakan dasar dari pemaknaan foto jurnalistik secara umum.
Lebih dari itu foto jurnalistik saat ini terutama berkiblat pada digital photojournalism sudah wajib hukumnya untuk mengisi metadata IPTC dan EXIF foto agar dengan mudah meintragrasi dengan sistem online maupun workflow foto digital yang sudah menjadi kesepakatan antara produsen kamera, pengembang software foto digital, wartawan foto, agensi foto dan dunia arsip foto di dunia dengan dikeluarkannya Photo Metadata White Paper 2007 – Document Revision 11 – (http://www.phmdc.org) di Malta. Pembahasan mengenal metadata foto akan dijelaskan pada kesempatan lainnya dalam manifesto metadata foto jurnalistik.
Pengertian dari elemen dasar foto jurnalistik yang terpapar diatas:
- Headline
Suatu judul pendek di atas kata-kata yang menerangkan isi foto. Judul foto sebaiknya tidak lebih dari tiga kata. Di dalam flow metadata foto, kalimat yang terlalu panjang dapat menyebabkan, tidak terbacanya kalimat tersebut dan lebih para membuat sistem menjadi error.
- Caption
Kalimat atau kata-kata yang menjelaskan isi atau keterangan yang ada di dalam foto tersebut berkaidah 5 W + 1 H. Tidak semua elemen di dalam visual foto dapat menjelaskan secara informatif, seperti lokasi, kapan foto dibuat, siapa di dalam foto tersebut. Maka penjelasan secara rinci dan detil, ditulis dalam keterangan foto.
- Byline
Ini berkaitan dengan copyright, hak cipta atau pencipta/ pembuat dari foto tersebut. Maka di dalam sebuah media cetak terlihat atau terbaca di bawa foto, Kompas/ Agus Susanto atau Adri Irianto (Tempo).
Nama-nama wartawan foto atau pencipta wajib untuk dituliskan sebagai suatu penghargaan kepada penciptanya. Namun sering juga permintaan dari pencipta untuk tidak disebut atau ditulis untuk melindungi pencipta.
- Credit
Pemegang hak siar atau penerbitan yang menyiarkan foto jurnalistik tersebut. Hak siar merupakan lembaga yang bertanggungjawab untuk menyiarkan foto berita tersebut ke publik.
Aturan semacam ini masih sering rancu dan sering disalah artikan. Aturan di dalam setiap media atau kebijakan untuk tidak menulis credit tergantung pada media itu sendiri. Ada yang tidak menuliskannya dengan kebijakan foto tersebut karya atau pemilik foto bukan staf dari media tersebut. Namun foto-foto yang berasal dari sebuah sumber berita baik dari online, agensi foto, majalah, foto-foto pemberian secara gratis dan nara sumber lainnya, secara etika sebaiknya memang harus ditulis lengkap.
Elemen keterangan foto terpapar di bawah ini:
Rezeki Poster Presiden (headline)
Tarbini (66) –who-, pedagang poster presiden RI dan pahlawan, sedang membersihkan poster dagangannya yang dijual Rp 15.000 hingga Rp 25.000 –what- Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat, -where – Rabu (6/6) –when-. Pria asal Garut ini telah memperdagangkan poster sejak 40 tahun lalu saat Bung Karno masih menjabat. Menurut ayah tujuh anak dan kakek dari dua cucu ini, pembeli poster Bung Karno masih mendominasi hingga saat ini –why-. (caption)
Kompas/Riza Fathoni (RZF) (credit/byline)
Tidak setiap foto ada judulnya. Foto-foto bersifat ilustrasi untuk mendukung atau memperkuat nilai sebuah tulisan/ artikel tidak membutuhkan headline atau judul foto, juga foto-foto yang bersifat portraits (headshot) hanya ditulis nama tokoh.
Penulisan keterangan foto harus memperhatikan:
1. Kebiasaan Pembaca
Ketika menulis keterangan foto dengan atau tanpa judul, sangat baik bila dibuat dengan memahami karakter pembaca:
Pertama, saat pembaca melihat suatu foto maka pikirannya menangkap semua atau sebagian besar informasi visual (gambar) yang ditampilkan. Namun, sering juga pembaca hanya melihat sepintas, sehingga ada hal-hal kecil terlewatkan.
Kedua, begitu melihat foto yang menarik perhatiannya, umumnya pembaca melihat ke bawah foto untuk mencari informasi yang menerangkan foto itu. ltu sebabnya judul foto dan keterangan foto harus berkualitas.
Ketiga, biasanya setelah mencerna informasi dari judul dan keterangan foto. pembaca kembali melihat foto. Jadi teks yang dibuat harus memperkaya apa yang sudah ditampilkan visual (gambar) dan menjelaskan hal-hal yang perlu dijelaskan.
2. Kebutuhan Informasi
Kebutuhan informasi dari foto bisa berbeda-beda. Umumnya pembaca ingin tahu tentang:
* Siapakah dia? (Pada banyak kasus perlu mengidentifikasi orang dari kiri ke kanan, kecuali aksi pada foto itu memerlukan keterangan lain)
* Mengapa foto itu dimuat yang dimuat?
* Apa yang tengah terjadi?
* Kapan dan di mana terjadinya?
* Mengapa tokoh/subyek dalam foto teriihat demikian?
* Bagaimana terjadinya?
Penting: teks keterangan foto harus menjelaskan apa yang tampak di foto (gambar). sehingga pembaca puas dan memahami maksud foto itu. Mereka tidak ingin (dan sebaiknya tidak) mendapat keterangan lagi atas apa yang sudah tampak jelas dalam foto. Keterangan foto sebaiknya memberi penjelasan tambahan yang tidak tampak dalam foto. Sebagai contoh, suatu foto menggambarkan penjaga gawang yang melompat untuk menangkap bola, tetapi yang tidak kelihatan adalah bagaimana hasilnya. Teks foto harus bisa menjelaskannya.
3. Saran dan syarat:
* Ringkas
* Padat
* Tidak bertele-tele.
Keterangan foto harus ringkas, padat, tetapi tidak seperti telegram. Tidak seperti judul berita yang menggunakan kata sandang dan penghubung, keterangan foto sebaiknya seperti alinea dalam berita. Keterangan foto harus jelas dan langsung ke tujuannya.
Hindari penulis bertele-tele. Jangan mengulang hal-hal yang sudah jelas dalam foto dengan menggunakan ungkapan: seperti yang terlihat, tampak dalam gambar di atas.
Jangan sok tahu
Penulis teks keterangan foto sebaiknya tidak mengasumsikan apa yang sedang dipikirkan seseorang dalam foto itu atau mencoba menginterpretasikan perasaan dari ekspresinya. Sebaiknya berikan saja fakta-fakta dan serahkan kepada pembaca untuk memutuskan sendiri situasi yang ia lihat.
Hindari yang diketahui, jelaskan yang tidak diketahui. Penulis teks keterangan foto harus menghindari penggambaran foto seperti cantik, dramatik, mengerikan, atau mendiskripsikan kejadian yang seharusnya muncul dalam foto tetapi tidak ada. jika kejadian itu tidak terbukti di dalam foto, apa yang Anda ceritakan ke pembaca tetap saja tidak terjadi.
Namun demikian, teks keterangan foto sebaiknya tetap menjelaskan kondisi bagaimana foto itu dibuat, terutama bila ada sesuatu yang tidak biasa menurut penglihatan manusia, adanya efek khusus, misalnya menggunakan inset atau memasang rangkaian foto.
Gambarkan yang terjadi
Penulis teks foto harus yakin bahwa kata-kata yang digunakannya menggambarkan apa yang ada di foto dengan tepat. Bila foto menunjukkan dua orang atau lebih, penulis teks foto harus menghitung dan mengindentifikasi orang tampak dalam foto, kemudian mencocokkan jumlah, jenis kelamin, dan identitas orang tersebut dengan teks keterangan yang dibuat. Perhatian khusus perlu terutama agar orang yang sudah dipotong gambarnya (cropped) dari foto asli tidak lagi disertakan dalam keterangan foto.
Selalu, selalu, dan selalu cek ejaan. Penulis teks foto harus mengecek ejaan nama-nama orang di dalam foto, apalagi bila foto itu berkait dengan suatu tulisan, agar tidak terjadi perbedaan penulisan.
“Wild art”
Foto yang berdiri sendiri dan tidak disertai berita disebut “wild art”. Karena itu, teks keterangan foto “wild art” harus menyediakan informasi dasar seperti tulisan atau berita. Standar 5W+1H (who, what, when, where and why) baik untuk menjadi pedoman dalam menulis teks keterangan foto. Bila Anda tidak memiliki semua informasi yang dibutuhkan, angkat telepon dan carilah informasi pelengkapnya. Jangan mencoba menulis teks foto tanpa fakta-fakta yang dibutuhkan. Kadang “wild art” dipasang di halaman depan untuk “menggoda” pembaca agar mau membaca cerita di halaman dalam. Akan tetapi, tidak sama seperti televisi, jangan menggoda pembaca melalui teks foto. Berikan penjelasan selengkapnya, berikan kesempatan untuk bisa masuk lebih dalam dengan keterangan yang lebih detail.
Foto ilustrasi
Jika foto menyertai suatu cerita, teks keterangan foto yang panjang umumnya tidak diperlukan. Kadang-kadang cukup satu baris keterangan tentang orang atau situasi yang tampak dalam gambar, sekadar untuk menjelaskan kaitannya dengan tulisan/berita. Ingat, kebanyakan pembaca teks keterangan foto belum membaca berita terkait.
Sebagian dari mereka bahkan tidak membaca beritanya, hanya teks keterangan foto dan judul berita. Jadi teks keterangan foto harus jelas, langsung ke sasaran, dan seimbang antara memberikan cukup informasi kepada pembaca agar memahami foto itu dan konteksnya dengan format yang ringkas dan padat.
Makin pendek makin baik. Penulisan teks keterangan foto sering memicu godaan untuk menggunakan kalimat-kalimat panjang. Hindarilah.
4. Unsur Waktu
Kebanyakan surat kabar menggunakan gaya penulisan teks keterangan foto yang menggunakan kalimat dengan waktu sekarang (present tense) dan rangkaian kalimat berikutnya dalam bentuk lampau (past tense). Alasannya, kalimat pertama menceritakan kepada pembaca apa yang terjadi dalam foto.
Selalu sertakanlah unsur waktu untuk menginformasikan kepada pembaca kapan peristiwa dalam foto tersebut terjadi.
Rangkuman dari berbagai sumber :
- Diklat Kompas
- Oscar Motuloh
- Photojournalism:The Professional Approach by Kenneth Kobre
- Photojournalism: The Visual Approach by Frank P. Hoy
- iptc.org
 www.eddyhasby.com

  1. Pesan Gw : Komentar Anda Sangat Berarti Untuk Perkembangan BLOG ini...

0 komentar:



Posting Komentar